Assalamualaikum Wr Wb
A.
Pengertian Preeklamsia dan Eklamsia
Preeklampsia adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah atau vaskular
yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20
minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan
endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai
proteinuria 300 mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai
sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.
Eklampsia merupakan keadaan dimana
ditemukan serangan kejang tiba-tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita
hamil, persalinan atau masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia
sebelumnya.
B.
Kriteria Preeklamsia
Tabel
1: Kriteria pre eklamsia menurut NHBPEP tahun 2000
Kriteria
minimum
|
1. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan
20 minggu
2. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik
|
Peningkatan
beratnya pre eklamsia
|
1. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
2. Proteinuria 2,0 g/ 24 jam atau 2+ dipstik
3. Serum kreatinin > 1,2 mg/dl (kecuali bila
diketahui adanya peningkatan sebelumnya)
4. Trombosit < 100.000 mm3
5. Hemolisis mikroangiopati (peningkatan laktat
dehidrogenase/ LDH
6. Peningkatan SGOT atau SGPT
7. Sakit kepala persisten atau gangguan serebral
dan visual lainnya
8. Nyeri ulu hati persisten
|
C.
Faktor Resiko Terjadinya Preeklamsia dan Eklamsia
1.
Usia <20 tahun atau >35 tahun
2.
Nulliparitas
3.
Kehamilan multipel
4.
Mola hydatidiform
5.
Diabetes Mellitus
6.
Hipertensi kronis
7.
Penyakit ginjal
8.
Riwayat keluarga dengan pre eklamsia
D.
Peran Plasenta pada Preeklamsia
Untuk memahami terjadinya preeklamsi harus dipahami fisiologi perkembangan
dan pembentukan plasenta terlebih dahulu. Pada perkembangan normal pembentukan
pembuluh darah uteroplasenta terbagi menjadi dua gelombang atau dua tahap.
Tahap pertama sebelum usia kehamilan 12 minggu terjadi invasi dan modifikasi
dari arteri spiralis desidua. Invasi dan modifikasi ini terjadi sampai batas
terluar dari myometrium. Antara usia 12 sampai 16 minggu terjadi invasi, tahap
kedua yaitu invasi pada intramyometrial arteri spiralis yang menyebabkan
perubahan dari lumen arteri spiralis yang sebelumnya sempit menjadi dilatasi
dan menurunkan tahanan pada pembuluh darah uteroplasenter ini. Apabila terjadi
kelainan atau abnormalitas pada tahap ini maka dapat berkembang menjadi
preeklamsi (Cunningham dkk, 2005).
Gambar 1: Perbandingan implantasi
plasenta pada kehamilan normal dan pre
eklamsia
Plasenta mempunyai peran sentral dalam
patogenesis pre eklamsia. Preeklamsia hanya terjadi dengan adanya plasenta
(meskipun tidak ada janin seperti kasus mola hidatidosa). Preeklamsia selalu
hilang setelah kelahiran plasenta. Kasus preeklamsia pada post partum telah
dikaitkan dengan adanya fragmen plasenta, dimana akan terjadi perbaikan secara
cepat setelah dilakukan kuretase. Preeklamsia berat berhubungan dengan keadaan
patologis hipoperfusi dan iskemia plasenta. Terdapat dua hal penting yang
memegang peranan sentral terhadap terjadinya preeklamsia yaitu:
Disfungsi trofoblas plasenta
Plasentasi
membutuhkan banyak faktor angiogenesis untuk menstabilkan suplai oksigen dan
nutrient pada fetus. Pada preeklamsi terjadi penurunan pada plasental
angiogenesis. Normalnya invasif sitotrofoblas melakukan ”down regulate”
terhadap molekul adhesi yaitu Echaderin dan integrin a6b4 dan aVb6 yang
menghambat invasi pada permukaan sel nya dan mengadopsi fenotip dari sel
permukaan dari endotel sehingga melakukan ”up regulate” pada a1b1, a5b3
dan VE cadherin yang meningkatkan invasi, proses ini dikenal sebagai pseudovaskulogenesis.
Pada preeklamsi sel sitotrofoblas tidak dapat melakukan perubahan ini sehingga
sel sitotrofoblas ini tidak dapat melakukan invasi secara sempurna, dan pada akhirnya
invasi pada arteri spiralis ini hanya terbatas pada lapisan desidual saja
sedangkan lapisan muskularis pada arteri spiralis tidak diinvasi oleh sel
trofoblas, sehingga pembuluh darah arteri spiralis pada preeklamsi ini hanya
40% dibandingkan dengan kehamilan normal. Pada penelitian lain juga didapatkan
adanya hypoxia-inducible factor-1 mengalami upregulasi pada preeklamsi
sehingga menyebabkan terjadinya diferensiasi abnormal pada sel trofoblas
sehingga tidak terjadi pseudovaskulogenesis dan hal ini merupakan tahap awal untuk
terjadinya iskemia plasenta.
Disfungsi endotel dalam vaskularisasi maternal.
Plasenta
memegang peranan penting dalam patogenesis dan patofisiologi dalam preeklamsi.
Plasentasi yang abnormal dalam preeklamsi menyebabkan terjadinya maladaptasi
imun dan implantasi plasenta yang kurang sempurna, yang menyebabkan terjadinya
kegagalan remodelling fisiologis dari pembuluh darah desidua dan tidak
sempurnanya perkembangan vaskularisasi plasenta. Hal penting lain yang
menyebabkan terjadinya preeklamsi adalah disfungsi endotel yang menyebabkan
peningkatan lipid peroksidase dan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi
vasokonstriktor tromboksan (TXA2) dan vasodilator prostasiklin (PGI2) disadari
sebagai faktor penting dalam peningkatan vasokonstriksi plasenta pada
preeklamsi (Coskun dan Ozdemir, 2008). Pada wanita hamil normal prostasiklin
endotel mencapai 8-10 kali lipat lebih tinggi daripada wanita yang tidak hamil.
Namun pada wanita preeklamsi peningkatan ini hanya terjadi 1-2 kali lipat
(Coskun dan Ozdemir, 2008). Di samping itu pada wanita preeklamsi tromboksan
meningkat lebih banyak bila dibandingkan dengan wanita normal. Karena
prostasiklin merupakan vasodilator dan tromboksan merupakan vasokonstriktor,
kerusakan sel endotel menyebabkan peningkatan tromboksan dan penurunan
prostasiklin menyebabkan terjadinya vasospasme. Peningkatan sintesis lemak
menyebabkan peningkatan rasio tromboksan / prostasiklin dan menyebabkan
timbulnya sindrom preeklamsi. Itulah mengapa profil lipid yang abnormal
merupakan penanda penting untuk terjadinya preeklamsi
E.
Mekanisme Biomolekuler Preeklamsia dan Eklamsia
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi
sel-sel trofoblas kedalam lumen arteria spiralis sampai dalam miometrium.
Kemudian terjadi proses pergantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastik
dan perubahan fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini pembuluh darah
yang berdinding tipis , lemas dan berbentuk seperti kantung yang memungkinkan
terjadinya dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran
darah yang meningkat.
Pada kasus preeklamsia invasi pada tahap ini
tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium
tetap mempunyai dindng muskulo-elastik sehingga terjadi resistensi vaskular dan
arteriosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteria
bertambah kecil atau bahkan dapat mengalami obliterasi. Penyempitan lumen
arteri spiralis dan penurunan perfusi plasenta 2-3 kali lebih rendah yang
dibukikan dengan terjadinya trofoblast apoptosis pada plasenta.
Sel trofoblas yang memiliki kontak dengan darah
maternal ternyata negatf untuk antigen HLA kelas 1 dan HLA kelas II, meskipun
terkadang bagi yang mmiliki kontak dengan jaringan maternal sering positif
untuk HLA kelas I. Pada trimester I sinsitiotrofoblas dan non invasif vilus
sitotrofoblas tidak muncul sebagai alloantigen untuk HLA kelas I, tetapi
ekstravillus sitotrofoblas pada ujung kolumna sel dan arteri spiralis positif
terhadap HLA. Gen keluarga HLA kelas I mengkode glikoprotein permukaan sel yang
termask higly polymorfic transplantation molecules HLA-A, HLA-B dan HLA-C, yang
menunjukkan ekspresi jaringan dan fungsi yang luas dalam kehadiran autogous
peptide terhadap selT. Setidaknya ada 3 gen kelas I tambahan ( HLA-E, HLA-F,
HLA-G yang dikenal sebagai gen non-klasik) telah diidentifikasi dan sangat
homolog dengan gen HLA klasik. HLA-E dan HLA-F terekspresi pada berbagai jaringan
fetus dan dewasa.
Secara kontras HLA-G hanya terekspresi pada
trofoblas ekstravillus pada maternal interface, dimana tidak ada antigen klasik
kelas I dan II, ekspresi yang terbatas ini diperkirakan bahwa HLA-G ternyata
betul-betul mampu menghambat aktivasi sel NK oleh sel lekosit granula besar
uterin melawan sel trofoblas pada permukaan fetomaternal. Maka tidak adanya
ekspresi HLA regular dan kehadiran dari HLA-G pada sitotrofoblas invasif
ternyata menjadi dasar yang signifikan terhadap perlindungan trofoblas terhadap
penegnalan imunologi maternal atau serangan sitotoksik. Selama masa gestasi sel
ekstravillus sitotrofoblas mempertahankan kemampuannya untuk meregulasi
ekspresi HLA-G. HLA-G harus mnghindari serangan imunologi maternal terus
menerus. Secara kontras, sel sitotrofoblas hanya menunjukkan sifat invasif
secara transien dengan ekspresi metalloproteinase yang meningkat dan perubahan
integrin.
Pertumbuhan trofoblas dan invasi yang ada mungkin
bergantung pada sitokin yang diproduksi oleh sel ini sebagai respon terhadap
HLA-G yang diekspresikan pada sel sitotrofoblas. Aktivitas leukosit desidual
dapat mendukung pertumbuhan trofoblas dan fungsinya melalui sebuah fenomena
imunotrosphisme. Faktor koloni-stimulan diproduksi oleh makrofag desidual dan
oleh plasenal yang sedang berkembang itu sendiri. Jumlahnya meningkat seiring
dengan implantasinya. Faktor koloni-stimulan menstimulasi populasi makrofak endometrium,
trofoblas laktogen plasenta dan sintesa human chorionic gonadotropin dan hal
tersebut tampak terlibat dalam interaksi trofoblas desidual cukup erat selama
masa kehamilan awal. Faktor GM-CSF, IL-1, TNF α, IFN-γ dan CSF-1 kesemuanya
berdampak pada perlekatan blastosit dan implantasi trofoblas, proliferasi dan
invasinya. Oleh karena TNF α , IFN-α IFN-β, IFN-γ dan faktor transforming
growth (TGF)-1b diproduksi oleh plasenta dan menginhibisi sintesa asam
deoksiribonuklet trofoblas, akan ikut ambil bagian dalam hal regulasi
pertumbuhan trofoblas.
Sel T helper sebagai tipe inhibitor mutual pada
plasenta dengan tipe sel yang pertama, dinamai sel Th1, mensekresi IL-2, IFN-γ dan
limfotoksin. Hal ini kontras dengan tipe sel Th2, yang mensekresi IL-4, IL-6 dan
IL-10. Sitokin Th1 dihubungkan dengan imunitas sel mediated dan reaksi
hipersensitifitas lambat, sedang sitokin Th2 menangkap respon antibody dan
reaksi alergi. Oleh karena sitokin Th1 diperhitungkan cukup berbahaya terhadap
kehamilan dan sitokin Th-2 (IL-10) dan men-down regulasi produksi sitokin Th1,
maka itu telah diungkapkan bahwa kehamilan yang sukses merupakan fenomena Th2.
Beberapa substansi seperti prostaglandin E2, TGFb, GM-CSF dan IL-10 berperan
dalam rangkaian imunoendokrin pada pemeliharaan kehamilan. PGE-2 mempunyai
banyak perangkat imunosuresif, termasuk inhibisi semua sel sistem imun.IL-10
secara potensial memiliki 2 mekanisme yang mana dapat meninhibisi fungsi imun,
secara langsung sebagai faktor inhibitor sintesis sitokin dan secara tak langsung
sebagai pemacu trofoblas invasi kedalam arteri spiralis
Dalam keadaan hipoksia maka plasenta mengeluarkan
molekul berupamolekul adhesi interseluler-1 (ICAM-1) dan molekul adhesi sel
vaskuler-1 (VCAM-1) dan meningkatkan aktifitas sintese nitric oksida dan kadar
beberaa prostaglandin, pada saat yang sama dimana aktifitas sintetase nitric
oksida endotel di down refgulasi. Sejauh ini, sebagian besar studi melaporkan
temuan adanya peningkatan kadar TNF α plasma pada preeklamsia dan eklamsia,ini
terjadi setelah sindrom terdeteksi secara klinis. TNF α plasenta merupakan
marker yang lebih dapat diandalkan untuk aktifitas sitokin pro inflamasi.
Terdapat 2 reseptor TNF α 75 dan 55 kd berat molekul (p75 dan p55).
Masing-masing merupakan protein yang larut dalam air yang secara spesifik
mengikat TNF α. Kadar TNF α preeklamsia dan eklamsia memperlihatkan beberapa
aspek respon fase akut, yang mungkin disebabkan pula oleh meningkatnya kadar
IL-6. Berubahnya proten plasma, yang termasuk pula naiknya seruloplasmin plasma,
al-antitripsin dan haptoglobin, hipoalbuminemia dan berkurangnya transferring
plasma merupakan gambaran dari reaksi fase akut seperti halnya perubahan nyata
pada aktivitas komplemen.
Invasi trofoblas akan memicu aktifitas leukosit
sehingga terjadi reaksi inflamasi sehingga akan terjadi peningkatan sitokin pro
inflamsi IL-6 yang memiliki efek terhadap sel endotel seperti meningkatnya
permeabilitas, stimulasi sintesis protein pertumbuhan asal dari platelet, dan
terhentinya sintesa prostasiklin. Radikal bebas oksigen telah diketahui memacu
sintesa IL-6 endotel.produksi IL-6 berhubungan dengan TNF α. IL-6 merupakan
umpan balik negatif secara langsung terhadap produksi TNF α.produksinya dalam
desidua dan trofoblas dikadarkan oleh TNF α dan IL-1, sel endotel dan sintesa
IL-6 yang mungkin merupakan penjelasan lain untuk meningkatnya kadar IL-6 pada
PE-E.
Pelepasan sitokin ini kedalam darah maternal oleh
plasenta yang mengalami hipoksia menyebutkan Endotel Growth faktor (EGF) dan
phosphatidyl-inositol 3 kinase akan menurun sehingga akan mengakibatkan
disfungsi endotel dan sel trofoblast akan mengalami apoptosis lebih cepat pada
pasien preeklamis dan eklamsia. Sel trofoblas yang mengalami apoptosis
mempunyai ciri penyusutan volume darah, pembesaran membran plasma, kondensasi
sitoplasma, kondensasi kromatin dan pembentukan DNA menjadi bentuk tangga
berukuran oligonukleosom dan akhirnya sel trofoblas apotosis.
Kemudian dapat terjadi efek trauma yang lebih
luas sehingga mengakibatan peningkatan peleasan asam lemak bebas. Asam lemak
bebas akan mengakibatkan inflamasi jaringan pada plasenta. Keadaan ini akan
memperberat stress oksidatif dan disfungsi endotel dari plasenta selanjutnya
akan terjadi vasospasme plasenta, sebagai akibat produksi lokal mitokondria dan
netrofil dari plasenta. TNF α dan IL-6 akan menurunkan aktivitas lipoprotein
lipase, meningkatkan lipolisis jaringan adiposa dan merupakan mediator
resistensi insulin. Secara hipotesis, peningkatan produksi produksi TNF α dan
Il-6 oleh plasenta dan jaringan adiposa maternal berperan dalam resistensi
hormon insulin, dislipidemia dan stress oksidatif.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, gary. 2005. Obstetri William
Volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC.
Soewarto, Soetomo. 2014. Patomekanisme Preeklamsia
Terkini Mengungkapkan teori-teori Terbaru tentang Patomekanisme Preeklamsia
dilengkapi dengan deskripsi biomolekuler. Malang: UB Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar