Selasa, 31 Januari 2017

FOLIKULOGENESIS

Assalamualaikum Wr. Wb

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.       Latar belakang
Dalam perkembangannya siklus reproduksi wanita terdiri dari dua siklus, yaitu siklus ovarium dan siklus menstruasi. Kedua siklus tersebut mempersiapkan organ-organ yang nantinya berhubungan dengan kehamilan.  Pada mulanya siklus ovarium berawal dari alat kandungan yang saat lahir atau pada saat bayi belum berkembang. Kemudian adanya rangsangan dari luar yang ditangkap oleh panca indra dihambat nucleus amigdala, sebagai inhibitor pubertas/ penghambat pubertas, sehingga tidak terjadi rangsangan terhadap hipotalamus. Tetapi adanya rangsangan dari luar yang terus-menerus ditangkap oleh pancaindra dapat masuk ke hipotalamus. Dari hipotalamus rangsangan tersebut menuju hipofise anterior yang akhirnya merangsang kelenjar-kelenjar untuk mengeluarkan hormon spesifiknya yaitu hormon tiroksin, hormon estrogen, hormon progesteron dan hormon adrenal. Kemudian hormon spesifik ini memberikan umpan balik ke panca indra dan otak meliputi hipotalamus dan hipofise (Baety, 2011).
Pada saat wanita berumur 12 tahun dan adanya rangsangan yang ditangkap oleh panca indra dapat masuk ke hipotalamus menuju hipofise anterior, yang akhirnya merangsang hormon gonadotropin (GnRH) mengeluarkan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormon). FSH merangsang pertumbuhan folikel primordial (folikel primer) yang dalam perjalanannya mengeluarkan hormon estrogen untuk pertumbuhan tanda seks sekunder.
Fungsi reproduksi wanita memiliki siklus aktivitas yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan dari folikel dominan. Normalnya ovarium akan memproduksi satu folikel dominan yang akan mengalami ovulasi pada setiap siklus menstruasi. Folikel dominan akan memproduksi estradiol pada saat fase folikuler dari siklus ovarium. Setelah ovulasi, folikel akan berubah menjadi corpus luteum yang akan mensekresi progesteron dalam jumlah besar saat fase luteal dari siklus menstruasi. Estradiol dan progesteron bekerja pada uterus untuk mempersiapkan kondisi uterus sebagai tempat implantasi embrio.
Dalam setiap siklus, folikel dominan harus menyelesaikan semua langkah di folikulogenesis pada waktu yang tepat. Dalam proses ini, peristiwa negatif terjadi yaitu untuk menghancurkan folikel lain dengan atresia.  Adanya folikel yang dominan menunjukkan prinsip dasar yang folikulogenesis merupakan proses yang sangat selektif. Oleh karena itu, untuk memahami siklus menstruasi dan fertilitas wanita perlu dipahami mengenai siklus hidup dari folikel dominan dan apa saja yang mempengaruhinya. Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai hal-hal mengenai proses folikulogenesis dan ovulasi
1.2.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
Bagaimanakah proses folikulogenesis serta apa saja yang mempengaruhi proses folikulogenesis pada ovarium?
1.3.       Tujuan Penulisan
1.             Untuk mengetahui proses folikulogenesis pada ovarium
2.             Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi proses folikulogenesis
1.4.       Manfaat
Setelah dilakukan kajian pustaka dari berbagai sumber bisa menambah pemahaman tentang proses folikulogenesis pada ovarium.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1.       Pengertian folikulogenesis

Folikulogenesis (pertumbuhan folikel) merupakan  proses dimana folikel direkrut dan berkembang lebih jauh sesuai dengan kapasitasnya untuk merespon gonadotropin, yang dimulai dengan pengambilan (recruitment) dari folikel primordial menuju kelompok (pool) yang akan tumbuh menjadi folikel masak atau mengalami atresia yang terjadi di setiap siklus haid (Prawirohardjo, 2014).

2.2.       Perkembangan folikel ovarium

Dampak stimulus gonadotropin pada ovarium salah satunya adalah pertumbuhan folikel atau folikulogenesis. Selama satu siklus pertumbuhan folikel secara berurutan mulai dari awal siklus dibagi menjadi tiga fase yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal (Prawirohardjo, 2014).


Gambar 1. Pertumbuhan dan perkembangan folikel primordial dalam indung telur.

2.2.1. Fase folikuler

Panjang fase folikuler mempunyai variasi yang cukup lebar. Pada umumnya berkisar antara 10-14 hari. Selama fase folikuler didapatkan proses steroidogenesis, folikulogenesis dan oogenesis/ meiosis yang saling terkait. Oogenesis/ meiosis terhenti selama fase folikuler karena adanya Oocyte Maturation Inhibitor (OMI). Pada awal fase folikuler didapatkan beberapa folikel antral yang tumbuh, tetapi pada hari ke 5-7 hanya satu folikel dominan yang tetap tumbuh akibat sekresi FSH yang menurun. Sebenarnya folikulogenesis sudah mulai jauh hari sebelum awal siklus, diawali dari folikel primordial.

a.    Folikel primordial

Folikel primordial tersebar sedikit dibawah kapsul jaringan ikat yang membungkus ovarium. Letak yang superfisial ini memungkinkan ovulasi kedalam rongga abdomen. Tanda awal pertumbuhan folikel adalah  (Heffner, 2006)

1)   Penambahan ukuran oosit

2)   Perubahan bentuk sel granulosa yang mengelilinginya dari bentuk datar menjadi kuboid

3)   Peningkatan jumlah sel granulosa

4)   Terdapatnya zona pelusida disekitar oosit

Folikel primordial dibentuk sejak pertengahan kehamilan sampai beberapa saat pasca persalinan. Folikel primordial merupakan folikel yang sedang tidak tumbuh, berisi oosit dalam fase pembelahan meiosis profase yang terhenti pada tahap diplotene, dikelilingi oleh satu lapis sel granulosa kurus panjang (spindle shape). Disekitar folikel primordial terdapat sel granulosa yang terdiri dari dua bagian yaitu (Manuaba, 2007)

1)   Teka interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan sebagai tempat terbentuknya hormon estradiol, selama pertumbuhan folikel de graaf.

2)   Teka eksterna, dengan susunan yang lebih padat dapat dan terdiri dari sejumlah jaringan ikat, tidak banyak mengandung pembuluh darah. Jaringan ini sebagai penyangga folikel de graaf dan penyalur hormon.

Pada usia kehamilan 16-20 minggu, janin perempuan mempunyai oosit 6-7 juta, jumlah terbanyak yang pernah dipunyainya, sepanjang usia kehidupannya. Seluruh primordial folikel tersebut disimpan sebagai cadangan ovarium (ovarian reverse). Sejak pertengahan kehamilan, dengan mekanisme yang belum jelas, sekelompok folikel primordial tumbuh (rekrutmen awal/ initial recruitment), tetapi pertumbuhan folikel segera terhenti dan diakhiri dengan atresia. Kelompok primordial folikel masuk ke fase pertumbuhan tersebut, tetapi secara terus-menerus, tidak tergantung pada gonadotropin, sehingga folikel primordial yang tersimpan dalam cadangan ovarium, semakin menurun, tinggal 1-2 juta saat janin dilahirkan, 300-500 ribu saat menarche, tinggal sangat sedikit saat menopouse.


Gambar 2. Jumlah folikel sepanjang siklus kehidupan wanita

Pada saat menarche, saat berakhirnya masa pubertas sumbu Hipothalamus-Hipofisis-Ovarium bangkit kembali setelah tertekan cukup lama. Pascamenarche, dengan sumbu Hipothalamus-Hipofisis-Ovarium yang bekerja secara teratur dan siklik, gonadotrophin secara teratur pula mulai memacu ovarium. Kelompok folikel primordial yang keluar dari cadangan ovarium, masuk ke masa pertumbuhan dan kebetulan bertepatan dengan awal siklus, akan dipacu oleh gonadotropin (FSH, LH) dan akan terus tumbuh masuk pada tahapan pertumbuhan folikel berikutnya (rekrutmen siklik). Sementara itu, sekelompok folikel primordial yang pada saat masuk ke masa pertumbuhan tidak bertepatan dengan awal siklus akan mengalami atresia.

b.    Folikel preantral

Pada folikel preantral tampak oosit membesar, dikelilingi oleh membran, zona pellucida. Sel granulosa mengalami proliferasi, menjadi berlapis-lapis, sel teka terbentuk dari jaringan disekitarnya. Sel granulosa folikel preantral sudah mampu menangkap stimulus gonadotropin, menghasilkan tiga macam steroid seks yaitu estrogen, androgen dan progesteron. Pada tahap ini estrogen merupakan steroid seks yang paling banyak dihasilkan dibanding androgen dan progesteron.

c.    Folikel antral

Stimulus FSH dan estrogen secara sinergi menghasilkan sejumlah cairan yang semakin banyak, terkumpul dalam ruangan antara sel granulosa. Cairan yang semakin banyak tersebut membentuk ruangan atau rongga (antrum), dan pada tahap ini folikel disebut folikel antral. Ruangan yang berisi cairan folikel tersebut memisahkan sel granulosa yang mengelilingi oosit. Sel granulosa yang mengelilingi oosit disebut kumulus ooforus. Kumulus ooforus berperan untuk menangkap sinyal yang berasal dari oosit, sehingga terjadi komunikasi yang erat antara oosit dan sel granulosa. Pada tahap ini awal siklus cairan folikelantral berisi FSH, estrogen dalam jumlah banyak, sedikit androgen dan tidak/ belum ada LH.

d.   Folikel preovulasi

Folikel dominan yang terus tumbuh membesar menjadi folikel preovulasi. Pada folikel preovulasi tampak sel granulosa membesar, terdapat perlemakan, sel teka mengandung vakuol, dan banyak mengandung pembuluh darah, sehingga folikel tampak hiperemi. Oosit mengalami maturasi, lonjakan LH menghambat Oocyte Maturation Inhibitor  (OMI) dan memicu meiosis II. Pada saat ini reseptor LH sudah mulai terbentuk di sel granulosa, dan lonjakan LH juga menyebabkan androgen intra folikuler meningkat. Androgen intra folikuler meningkat menyebabkan, pertama dampak lokal memacu apoptosis sel granula pada folikel kecil, folikel yang tidak berhasil dominan, menjadi atresia. Kedua dampak sistemik, androgen tinggi memacu libido.

Tiap bulan satu folikel akan keluar, kadang-kadang dua folikel yang dalam perkembangannya akan menjadi folikel de graaf. Folikel ini merupakan bagian terpenting dari ovarium dan dapat dilihat dikorteks ovarii dalam letak yang beraneka ragam dan dalam tingkat perkembangan dari satu sel telur dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel saja sampai menjadi folikel de graaf yang matang terisi dengan likuor folikuli, mengandung estrogen dan siap untuk berovulasi.

Folikel de graaf yang matang terdiri atas (Wiknjosastro, 2005):

1)   Ovum, yakni suatu sel besar dengan diameter 0,01 mm, yang mempunyai nukleus dengan anyaman kromatin yang jelas sekali dan satu nukleus pula

2)   Stratum granulosum yang terdiri atas sel-sel garnulosa, yakni sel-sel bulat kecil dengan inti yang jelas pada pewarnaan dan mengelilingi ovum, pada perkembangan lebih lanjut terdapat ditengahnya suatu rongga terisi likuor follikuli

3)   Teka interna, suatu lapisan yang melingkari stratum granulosum dengan sel yang lebih kecil daripada sel granulosa.

4)   Diluar teka interna ditemukan teka eksterna, terbentuk oleh stroma ovarium yang terdesak.

Gambar 3. Folikel de Graaf

2.2.2. Fase ovulasi

Lonjakan LH sangat penting untuk proses ovulasi pasca keluarnya oosit dan folikel. Lonjakan LH dipicu oleh kadar estrogen yang tinggi yang dihasilkan oleh folikel preovulasi. Dengan kata lain, stimulus dan kapan ovulasi bakal terjadi ditentukan sendiri oleh folikel pre ovulasi. Ovulasi diperkirakan terjadi 24-36 jam pasca puncak kadar estrogen (estradiol) dan 10-12 jam pasca puncak LH. Awal lonjakan LH digunakan sebagai petanda/ indikator untuk menentukan waktu kapan diperkirakan ovulasi bakal terjadi. Ovulasi terjadi sekitar 34-36 jam pasca awal lonjakan LH.

Lonjakan LH yang memacu sekresi prostaglandin dan progesteron bersama lonjakan FSH yang mengaktivasi enzim proreolitik, menyebabkan dinding folikel “pecah”. Kemudian sel granulosa yang melekat pada membran basalis, pada seluruh dinding folikel, berubah menjadi sel luteal. Pada tikus menjelang ovulasi, sel granulosa kumulus yang melekat pada oosit, menjadi longgar akibat enzim asam hialuronik yang dipicu oleh lonjakan FSH. FSH menekan proliferasi sel komulus, tetapi FSH bersama faktor yang dikeluarkan oosit, memacu proliferasi sel granulosa mural, sel granulosa yang melekat pada dinding folikel.

2.2.3. Fase luteal

Menjelang dinding folikel pecah dan oosit keluar saat ovulasi, sel granulosa membesar, timbul vakuol dan penumpukan pigmen kuning, lutein prose luteinisasi yang kemudian dikenal dengan korpus luteum. Selama 3 hari pasca ovulasi, sel granulosa terus membesar membentuk korpus luteum bersama sel teka dan jaringan stroma disekitarnya. Vaskularisasi yang cepat, luteinisasi dan membran basalis yang menghilang menyebabkan sel yang membentuk korpus luteum sulit dibedakan asal muasalnya.

Pasca lonjakan LH, pembuluh kapiler mulai menembus lapisan granulosa menuju ke tengah ruangan folikel dan mengisinya dengan darah. LH memicu sel granulosa yang telah mengalami luteinisasi, untuk menghasilkan Vascular Endhothelial Growth Factor (VEGF) dan angiopoetin. Kemudian VEGF dan angiopoetin memicu angiogenesis dan pertumbuhan pembuluh darah ini merupakan hal yang penting pada proses luteinisasi. Pada hari ke 8-9 pasca ovulasi vaskularisasi mencapai puncaknya bersamaan dengan puncak kadar progesteron dan estradiol.

Pertumbuhan folikel pada fase folikuler yang baik akan mengahasilkan korpus luteum yang bak/ normal pula. Jumlah reseptor LH di sel granulosa yang terbentuk cukup adekuat pada pertengahan siklus/ akhir fase folikuler, akan menghasilkan korpus luteum yang baik. Korpus luteum mampu menghasilkan baik progesteron, estrogen, maupun androgen. Kemampuan menghasilkan steroid seks korpus luteum sangat tergantung pada tonus kadar LH pada fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam segera pasca ovulasi. Kadar progesteron dan estradiol mencapai puncaknya sekitar 8 hari pasca lonjakan LH, kemudian menurun perlahan, bila tidak terjadi pembuahan. Bila terjadi pembuahan, sekresi progesteron tidak menurun karena adanya stimulus dari Human Charionic Gonadotropin (HCG), yang dihasilkan oleh trofoblas buah kehamilan.

Pada siklus haid normal, korpus luteum akan mengalami regresi 9-11 hari pasca ovulasi, dengan mekanisme yang belum diketahui. Kemungkinan korpus luteum mengalami regresi akibat dampak luteolisis estrogen yang dihasilkan korpus luteum sendiri.

2.3.       Aspek Endokrin pada proses Folikulogenesis dan Ovulasi

Endometrium merupakan organ target dari sistem reproduksi. Haid merupakan hasil kerja sama yang sangat rapi dan baku dari sumbu Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium (H-H-O). Pada awal siklus sekresi gonadotropin (FSH, LH) meningkat perlahan, dengan sekresi FSH lebih dominan dibanding LH. Sekresi gonadotropin yang meningkat ini memicu beberapa perubahan di ovarium. Pada awal siklus didapatkan beberapa folikel kecil, folikel pada tahap antral yang sedang tumbuh.pada folikel didapatkan dua macam sel yaitu sel teka dan sel granulosa yang melingkari sel telur,oosit. Pada awal siklus reseptor LH hanya dijumpai pada sel teka, sedangkan resepror FSH hanya ada digranulosa. LH memicu sel teka untuk menghasilkan hormon androgen, selanjutnya hormon androgen memasuki sel granulosa. FSH dengan bantuan enzim aromatase mengubah androgen menjadi estrogen di sel granulosa (Prawirohardjo, 2014).

2.3.1. Peran FSH pada awal fase folikuler

a.    Memicu sekresi inhibin B dan aktivin di sel granulosa. Inhibin B memacu LH meningkatkan sekresi androgen di sel teka dan inhibin B memberikan umpan balik negatif terhadap sekresi FSH oleh hipofisis. Sementara itu, aktivin membantu FSH memicu sekresi estrogen di sel granulosa.

b.    Androgen diubah menjadi estrogen di sel granulosa dengan bantuan enzim aromatase

c.    Memicu proliferasi sel granulosa, folikel membesar

d.   Bersama estrogen memperbanyak reseptor FSH di sel granulosa

Stimulus FSH tersebut menyebabkan pertumbuhan beberapa folikel antral menjadi lebih besar dan sekresi estrogen terus meningkat. Pada hari 5-7 siklus kadar estrogen dan inhibin B sudah cukup tinggi, secara bersama keduanya menekan sekresi FSH, tetapi tidak sekresi LH. Sekresi FSH yang menurun tersebut mengakibatkan hanya satu folikel yang paling siap dengan penampang yang paling besar dan mempunyai sel granulosa paling banyak, tetap terus tumbuh (folikel dominan). Folikel lainnya, folikel yang lebih kecil yang kurang siap akan mengalami atresia. Folikel dominan terus membesar menyebabkan kadar estrogen terus meningkat. Pada kadar estrogen 200 pg/ml yang terjadi sekitar hari ke-12 dan bertahan lebih dari 50 jam, akan memacu sekresi LH, sehingga terjad lonjakan sekresi LH. Pada akhir masa folikuler siklus tersebut sekresi LH lebih dominan dari FSH. Pada pertengahan siklus reseptor LH mulai didapatkan juga di sel granulosa.

2.3.2. Peran lonjakan LH pada pertengahan siklus

a.    Menghambat Oocyte Maturation Inhibitor (OMI) yang dihasilkan oleh sel granulosa, sehingga meiosis II oosit dimulai dengan dilepaskannya badan kutub I.pada awal siklus meiosis I berhenti pada tahap profase diploten,karena ditahan oleh OMI, dan meiosis II baru mulai lagi pada saat lonjakan LH (maturasi oosit)

b.    Memicu sel granulosa untuk menghasilkan prostaglandin. Prostaglandin intrafolikuler akan menyebabkan kontraksi dinding folikel membantu dinding folikel untuk pecah agar oosit keluar saat ovulasi

c.    Memicu luteinasi tidak sempurna dari sel granulosa. Luteinasi sel granulosa tidak sempurna, karena masih ada hambatan dari oosit.luteinasi sel granulosa tidak sempurna akan menyebabkan sekresi progesteron sedikit meningkat.

2.3.3. Peran peningkatan kadar progesteron

a.    Lebih memacu sekresi LH, dan sekresi FSH sehingga kadar FSH meningkat kembali dan terjadilah lonjakan gonadotropin, LH dan FSH dengan tetap sekresi LH lebih dominan.

b.    Mengaktifkan enzim proteolitik,plasminogen menjadi bentuk aktif, plasmin yang membantu menghancurkan dinding folikel agar oosit dapat keluar dari folikel saat ovulasi.

2.3.4. Peran peningkatan kadar FSH pada pertengahan siklus

a.    Membantu mengaktifkan enzim proteolitik, membantu dinding folikel pecah

b.    Bersama estrogen membentuk reseptor LH di sel granulosa, sehingga reseptor LH yang tadinya hanya berada di sel teka, pada pertengahan siklus juga didapatkan di sel granulosa. Pada saat reseptor LH mulai terbentuk di sel granulosa, inhibin A mulai berperan mengggantikan inhibin B yang lebih berperan selama fase folikuler, inhibin A berperan pada fase luteal.

Sekitar 36-48 jam dari awla lonjakan LH, oosit keluar dari folikel yang dikenal sebagai ovulasi. Pasca ovulasi oosit mempunyai usia yang tidak terlalu lama. Oleh karena itu pemeriksaan kapan ovulasi akan terjadi, menjadi penting pada pelaksanaan teknik teknik reproduksi berbantu seperti inseminasi atau fertilisasi in vitro transfer embrio. Saat ovulasi penting untuk menentukan kapan inseminasi atau saat petik oosit.

Pasca ovulasi, luteinasi sel granulosa menjadi sempurna, sekresi progesteron meningkat tajam, memasuki fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam pasca ovulasi menghambat sekresi gonadotropin sehingga kadar LH dan FSH menurun, dengan tetap LH lebih dominan dibanding FSH. Sekresi LH diperlukan untuk mempertahankan vaskularisasi dan sintesa steroid seks dikorpus luteum selama fase luteal. Segera pascaovulasi sekresi estrogen menurun, tetapi meningkat kembali dengan mekanisme yang belum jelas. Pada fase luteal kadar progesteron dan estrogen (progeseron lebih dominan) meningkat, mencapai puncaknya pada hari ketujuh pasca ovulasi pada pertengahan fase luteal. Kemudian kadar keduanya menurun perlahan karena korpus luteum mulai mengalami atresia. Kurang dari 14 hari pasca ovulasi kadar progesteron dan estrogen cukup rendah, mengakibatkan sekresi gonadotropin meningkat kembali, dengan FSH lebih dominan dibandingkan LH, memasuki siklus baru berikutnya.

         

Gambar 4. Regulasi hormon reproduksi

2.4.       Karakteristik folikulogenesis dan terjadinya apoptosis dalam pengembangan ovarium.

Karakteristik perkembangan ovarium pada janin mamalia dapat dinilai dengan melihat ukuran ovarium serta menilai jumlah folikel pada berbagai tahap perkembangan janin untuk memastikan peran potensial dari apoptosis dalam proses ini.  Apoptosis terdeteksi pada sel folikel dan sel stroma ovarium, terutama didaerah medular pada setiap usia janin. Apoptosis merupakan proses yang bertanggung jawab atas hilangnya 99% dari folikel primordial pada ovarium, proses ini diperlukan untuk menjaga homeostasis pada ovarium.

Pada hasil penelitian yang lain dilaporkan bahwa apoptosis terjadi di sekitar 80% dari sel germinal ovarium sehingga kematian sel dapat terjadi di semua folikel kompartemen (dinding folikel, granulosa dan kumulus sel). Apoptosis pada sel granulosa berhubungan dengan peristiwa atretik di ovarium. Dengan demikian proses perkembangan folikel dan kelangsungan hidup folikel tergantung dari sinyal autokrin dan parakrin yang merupakan faktor pertumbuhan yang diproduksi oleh sel-granulosa, sel teka, sel stroma intertisial dan oosit. Apoptosis pada janin dapat di identifikasi pada tingkat sel itu sendiri, sedangkan dalam kehidupan dewasa deteksi apoptosis di lakukan pada sel granulosa dari folikel antral dan sekunder

2.5.       Analisis proteomik dari cairan folikel manusia: perspektif baru tentang folikulogenesis

Cairan folikel manusia adalah cairan tubuh yang kompleks yang merupakan lingkungan mikro untuk mengembangkan folikel dalam ovarium. Cairan folikel berisi sejumlah protein yang memodulasi pematangan oosit dan ovulasi. Analisis proteomik cairan folikel manusia mengungkapkan kehadiran 480 protein yang terdapat dalam cairan folikel. Beberapa protein yang diidentifikasi telah dikenal untuk memainkan peran dalam metabolisme, proses kekebalan tubuh. Informasi tentang konstituen protein dari cairan folikel dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dari fisiologi ovarium disaping membuka jalan baru untuk menyelidiki gangguan ovarium.


                                                         BAB 3


 PENUTUP

3.1.       Kesimpulan

Siklus ovarium terdiri atas fase folikular dan fase luteal. Fase folikular merupakan fase ketika ovarium beraktivitas membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya. Fase luteal ditandai dengan adanya korpus luteum. Fase luteal merupakan fase ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel matangnya (folikel de graff) yang sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan menghasilkan hormon progesteron yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jka terjadikehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sel sperma (jika tidak terjadi kehamilan).
Saat pubertas wanita mulai mengalami siklus bulanan secara teratur. Siklus seksual ini dikendalikan oleh hipotalamus. Gonadotrophin Releasing Hormon (GnRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus bekerja pada sel-sel hipofisis anterior yang pada gilirannya menghasilkan gonadotrophin yaitu Folllicle Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing Hormon (LH) yang merangsang dan mengontrol perubahan siklik pada ovarium. Pada awal setiap siklus ovarium, 15-20 folikel stadium primer (pre-antral) dirangsang untuk tumbuh dibawah pengaruh FSH. Pada keadaan normal hanya satu folikel yang mencapai kematangan sempurna dan hanya satu oosit yang dikeluarkan. FSH juga merangsang pematangan sel folikular (granulosa) yang mengelilingi oosit. Sel granulosa dan sel teka bekerja sama untuk menghasilkan estrogen yang akan menyebabkan endometrium uterus terus masuk ke fase folikular (proliferatif), menyebabkan penipisan mukus serviks sehingga sperma mudaah lewat dan merangsang hipofisis untuk mngeluarkan LH. Dipertengahaan siklus terjadi lonjakan LH yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi maturation promoting factor (faktor pendorong pematangan ), menyebabkan oosit menuntaskan meiosis I dan memulai meiosis II, merangsang pembentukan progesteron oleh folikuler stroma (luteinisasi) dan menyebabkan folikel pecah (ovulasi).

3.2.       Saran

Diharapkan melakukan pengembangan ilmu pengetahuan tentang folikulogenesis dengan melakukan penelitian-penelitian ilmiah yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk perencanaan kehamilan, dimana folikulogenesis sangat berperan penting dalam proses kehamilan dan bisa mencegah terjadinya infertilitas pada wanita.

 DAFTAR PUSTAKA

 

Ambekar, Aditi S dkk. 2013. Proteomic Analysis of Human Follicular Fluid: A New Perspective Towards Understanding Folliculogenesis. SciVerse ScienceDirect Elsevier.

 

Baety, Aprilia Nurul. 2011. Biologi Reproduksi, Kehamilan dan Persalinan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

 

Heffner, Linda J dan danny J Schust. 2008. At a Glance Sistem Reproduksi. Penerbit Erlangga.

 

Karlinah, Nelly dkk. 2015. Bahan Ajar Embriologi Manusia. Yogyakarta: Deepublish. 


Manuaba, Ida Bagus Gde dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.


Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 

Santos, dkk. 2012. Characterization of Folliculogenesis and the Occurrence of Apoptosis in the Development of the Bovine Fetal Ovary. Theriotology Elsevier.

 

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar