Assalamualaikum Wr. Wb
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Dalam
perkembangannya siklus reproduksi wanita terdiri dari dua siklus, yaitu siklus
ovarium dan siklus menstruasi. Kedua siklus tersebut mempersiapkan organ-organ
yang nantinya berhubungan dengan kehamilan. Pada mulanya siklus ovarium berawal dari alat
kandungan yang saat lahir atau pada saat bayi belum berkembang. Kemudian adanya
rangsangan dari luar yang ditangkap oleh panca indra dihambat nucleus amigdala,
sebagai inhibitor pubertas/ penghambat pubertas, sehingga tidak terjadi
rangsangan terhadap hipotalamus. Tetapi adanya rangsangan dari luar yang
terus-menerus ditangkap oleh pancaindra dapat masuk ke hipotalamus. Dari
hipotalamus rangsangan tersebut menuju hipofise anterior yang akhirnya
merangsang kelenjar-kelenjar untuk mengeluarkan hormon spesifiknya yaitu hormon
tiroksin, hormon estrogen, hormon progesteron dan hormon adrenal. Kemudian
hormon spesifik ini memberikan umpan balik ke panca indra dan otak meliputi
hipotalamus dan hipofise (Baety, 2011).
Pada
saat wanita berumur 12 tahun dan adanya rangsangan yang ditangkap oleh panca
indra dapat masuk ke hipotalamus menuju hipofise anterior, yang akhirnya
merangsang hormon gonadotropin (GnRH) mengeluarkan hormon FSH (Folikel
Stimulating Hormon). FSH merangsang pertumbuhan folikel primordial (folikel
primer) yang dalam perjalanannya mengeluarkan hormon estrogen untuk pertumbuhan
tanda seks sekunder.
Fungsi
reproduksi wanita memiliki siklus aktivitas yang ditandai dengan pertumbuhan
dan perkembangan dari folikel dominan. Normalnya ovarium akan memproduksi satu
folikel dominan yang akan mengalami ovulasi pada setiap siklus menstruasi.
Folikel dominan akan memproduksi estradiol pada saat fase folikuler dari siklus
ovarium. Setelah ovulasi, folikel akan berubah menjadi corpus luteum yang akan
mensekresi progesteron dalam jumlah besar saat fase luteal dari siklus
menstruasi. Estradiol dan progesteron bekerja pada uterus untuk mempersiapkan
kondisi uterus sebagai tempat implantasi embrio.
Dalam setiap
siklus, folikel dominan harus menyelesaikan semua langkah di folikulogenesis
pada waktu yang tepat. Dalam proses ini, peristiwa negatif terjadi yaitu untuk
menghancurkan folikel lain dengan atresia.
Adanya folikel yang dominan menunjukkan prinsip dasar yang
folikulogenesis merupakan proses yang sangat selektif. Oleh
karena itu, untuk memahami siklus menstruasi dan fertilitas wanita perlu
dipahami mengenai siklus hidup dari folikel dominan dan apa saja yang
mempengaruhinya. Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai hal-hal mengenai proses
folikulogenesis dan ovulasi
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini adalah:
Bagaimanakah proses folikulogenesis serta apa saja yang mempengaruhi
proses folikulogenesis pada ovarium?
1.3.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui proses folikulogenesis pada ovarium
2.
Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi proses
folikulogenesis
1.4.
Manfaat
Setelah
dilakukan kajian pustaka dari berbagai sumber bisa menambah pemahaman tentang
proses folikulogenesis pada ovarium.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian folikulogenesis
Folikulogenesis
(pertumbuhan folikel) merupakan proses
dimana folikel direkrut dan berkembang lebih jauh sesuai dengan kapasitasnya
untuk merespon gonadotropin, yang dimulai dengan pengambilan (recruitment)
dari folikel primordial menuju kelompok (pool) yang akan tumbuh menjadi
folikel masak atau mengalami atresia yang terjadi di setiap siklus haid (Prawirohardjo,
2014).
2.2. Perkembangan folikel ovarium
Dampak
stimulus gonadotropin pada ovarium salah satunya adalah pertumbuhan folikel
atau folikulogenesis. Selama satu siklus pertumbuhan folikel secara berurutan
mulai dari awal siklus dibagi menjadi tiga fase yaitu fase folikuler, fase
ovulasi dan fase luteal (Prawirohardjo, 2014).
Gambar 1. Pertumbuhan dan perkembangan
folikel primordial dalam indung telur.
2.2.1.
Fase folikuler
Panjang
fase folikuler mempunyai variasi yang cukup lebar. Pada umumnya berkisar antara
10-14 hari. Selama fase folikuler didapatkan proses steroidogenesis,
folikulogenesis dan oogenesis/ meiosis yang saling terkait. Oogenesis/ meiosis
terhenti selama fase folikuler karena adanya Oocyte Maturation Inhibitor
(OMI). Pada awal fase folikuler didapatkan beberapa folikel antral yang tumbuh,
tetapi pada hari ke 5-7 hanya satu folikel dominan yang tetap tumbuh akibat
sekresi FSH yang menurun. Sebenarnya folikulogenesis sudah mulai jauh hari
sebelum awal siklus, diawali dari folikel primordial.
a.
Folikel primordial
Folikel
primordial tersebar sedikit dibawah kapsul jaringan ikat yang membungkus
ovarium. Letak yang superfisial ini memungkinkan ovulasi kedalam rongga
abdomen. Tanda awal pertumbuhan folikel adalah
(Heffner, 2006)
1)
Penambahan ukuran oosit
2)
Perubahan bentuk sel granulosa yang
mengelilinginya dari bentuk datar menjadi kuboid
3)
Peningkatan jumlah sel granulosa
4)
Terdapatnya zona pelusida disekitar oosit
Folikel
primordial dibentuk sejak pertengahan kehamilan sampai beberapa saat pasca
persalinan. Folikel primordial merupakan folikel yang sedang tidak tumbuh,
berisi oosit dalam fase pembelahan meiosis profase yang terhenti pada tahap
diplotene, dikelilingi oleh satu lapis sel granulosa kurus panjang (spindle
shape). Disekitar folikel primordial terdapat sel
granulosa yang terdiri dari dua bagian yaitu (Manuaba, 2007)
1) Teka
interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan sebagai tempat terbentuknya
hormon estradiol, selama pertumbuhan folikel de graaf.
2) Teka
eksterna, dengan susunan yang lebih padat dapat dan terdiri dari sejumlah
jaringan ikat, tidak banyak mengandung pembuluh darah. Jaringan ini sebagai
penyangga folikel de graaf dan penyalur hormon.
Pada usia
kehamilan 16-20 minggu, janin perempuan mempunyai oosit 6-7 juta, jumlah
terbanyak yang pernah dipunyainya, sepanjang usia kehidupannya. Seluruh
primordial folikel tersebut disimpan sebagai cadangan ovarium (ovarian
reverse). Sejak pertengahan kehamilan, dengan mekanisme yang belum jelas,
sekelompok folikel primordial tumbuh (rekrutmen awal/ initial recruitment),
tetapi pertumbuhan folikel segera terhenti dan diakhiri dengan atresia.
Kelompok primordial folikel masuk ke fase pertumbuhan tersebut, tetapi secara
terus-menerus, tidak tergantung pada gonadotropin, sehingga folikel primordial
yang tersimpan dalam cadangan ovarium, semakin menurun, tinggal 1-2 juta saat
janin dilahirkan, 300-500 ribu saat menarche, tinggal sangat sedikit saat
menopouse.
Gambar 2. Jumlah folikel sepanjang siklus
kehidupan wanita
Pada saat
menarche, saat berakhirnya masa pubertas sumbu Hipothalamus-Hipofisis-Ovarium
bangkit kembali setelah tertekan cukup lama. Pascamenarche, dengan sumbu
Hipothalamus-Hipofisis-Ovarium yang bekerja secara teratur dan siklik,
gonadotrophin secara teratur pula mulai memacu ovarium. Kelompok folikel
primordial yang keluar dari cadangan ovarium, masuk ke masa pertumbuhan dan
kebetulan bertepatan dengan awal siklus, akan dipacu oleh gonadotropin (FSH,
LH) dan akan terus tumbuh masuk pada tahapan pertumbuhan folikel berikutnya
(rekrutmen siklik). Sementara itu, sekelompok folikel primordial yang pada saat
masuk ke masa pertumbuhan tidak bertepatan dengan awal siklus akan mengalami
atresia.
b.
Folikel preantral
Pada
folikel preantral tampak oosit membesar, dikelilingi oleh membran, zona
pellucida. Sel granulosa mengalami proliferasi, menjadi berlapis-lapis, sel
teka terbentuk dari jaringan disekitarnya. Sel granulosa folikel preantral
sudah mampu menangkap stimulus gonadotropin, menghasilkan tiga macam steroid seks
yaitu estrogen, androgen dan progesteron. Pada tahap ini estrogen merupakan
steroid seks yang paling banyak dihasilkan dibanding androgen dan progesteron.
c.
Folikel antral
Stimulus
FSH dan estrogen secara sinergi menghasilkan sejumlah cairan yang semakin
banyak, terkumpul dalam ruangan antara sel granulosa. Cairan yang semakin
banyak tersebut membentuk ruangan atau rongga (antrum), dan pada tahap
ini folikel disebut folikel antral. Ruangan yang berisi cairan folikel tersebut
memisahkan sel granulosa yang mengelilingi oosit. Sel granulosa yang
mengelilingi oosit disebut kumulus ooforus. Kumulus ooforus berperan untuk
menangkap sinyal yang berasal dari oosit, sehingga terjadi komunikasi yang erat
antara oosit dan sel granulosa. Pada tahap ini awal siklus cairan folikelantral
berisi FSH, estrogen dalam jumlah banyak, sedikit androgen dan tidak/ belum ada
LH.
d.
Folikel preovulasi
Folikel
dominan yang terus tumbuh membesar menjadi folikel preovulasi. Pada folikel
preovulasi tampak sel granulosa membesar, terdapat perlemakan, sel teka
mengandung vakuol, dan banyak mengandung pembuluh darah, sehingga folikel
tampak hiperemi. Oosit mengalami maturasi, lonjakan LH menghambat Oocyte
Maturation Inhibitor (OMI) dan
memicu meiosis II. Pada saat ini reseptor LH sudah mulai terbentuk di sel
granulosa, dan lonjakan LH juga menyebabkan androgen intra folikuler meningkat.
Androgen intra folikuler meningkat menyebabkan, pertama dampak lokal memacu
apoptosis sel granula pada folikel kecil, folikel yang tidak berhasil dominan,
menjadi atresia. Kedua dampak sistemik, androgen tinggi memacu libido.
Tiap bulan
satu folikel akan keluar, kadang-kadang dua folikel yang dalam perkembangannya
akan menjadi folikel de graaf. Folikel ini merupakan bagian terpenting dari
ovarium dan dapat dilihat dikorteks ovarii dalam letak yang beraneka ragam dan
dalam tingkat perkembangan dari satu sel telur dikelilingi oleh satu lapisan
sel-sel saja sampai menjadi folikel de graaf yang matang terisi dengan likuor
folikuli, mengandung estrogen dan siap untuk berovulasi.
Folikel de
graaf yang matang terdiri atas (Wiknjosastro, 2005):
1)
Ovum, yakni suatu sel besar dengan
diameter 0,01 mm, yang mempunyai nukleus dengan anyaman kromatin yang jelas
sekali dan satu nukleus pula
2)
Stratum granulosum yang terdiri atas
sel-sel garnulosa, yakni sel-sel bulat kecil dengan inti yang jelas pada
pewarnaan dan mengelilingi ovum, pada perkembangan lebih lanjut terdapat
ditengahnya suatu rongga terisi likuor follikuli
3)
Teka interna, suatu lapisan yang
melingkari stratum granulosum dengan sel yang lebih kecil daripada sel
granulosa.
4)
Diluar teka interna ditemukan teka
eksterna, terbentuk oleh stroma ovarium yang terdesak.
Gambar 3. Folikel de Graaf
2.2.2.
Fase ovulasi
Lonjakan
LH sangat penting untuk proses ovulasi pasca keluarnya oosit dan folikel.
Lonjakan LH dipicu oleh kadar estrogen yang tinggi yang dihasilkan oleh folikel
preovulasi. Dengan kata lain, stimulus dan kapan ovulasi bakal terjadi
ditentukan sendiri oleh folikel pre ovulasi. Ovulasi diperkirakan terjadi 24-36
jam pasca puncak kadar estrogen (estradiol) dan 10-12 jam pasca puncak LH. Awal
lonjakan LH digunakan sebagai petanda/ indikator untuk menentukan waktu kapan
diperkirakan ovulasi bakal terjadi. Ovulasi terjadi sekitar 34-36 jam pasca
awal lonjakan LH.
Lonjakan
LH yang memacu sekresi prostaglandin dan progesteron bersama lonjakan FSH yang
mengaktivasi enzim proreolitik, menyebabkan dinding folikel “pecah”. Kemudian
sel granulosa yang melekat pada membran basalis, pada seluruh dinding folikel,
berubah menjadi sel luteal. Pada tikus menjelang ovulasi, sel granulosa kumulus
yang melekat pada oosit, menjadi longgar akibat enzim asam hialuronik yang
dipicu oleh lonjakan FSH. FSH menekan proliferasi sel komulus, tetapi FSH
bersama faktor yang dikeluarkan oosit, memacu proliferasi sel granulosa mural,
sel granulosa yang melekat pada dinding folikel.
2.2.3.
Fase luteal
Menjelang
dinding folikel pecah dan oosit keluar saat ovulasi, sel granulosa membesar,
timbul vakuol dan penumpukan pigmen kuning, lutein prose luteinisasi yang
kemudian dikenal dengan korpus luteum. Selama 3 hari pasca ovulasi, sel
granulosa terus membesar membentuk korpus luteum bersama sel teka dan jaringan
stroma disekitarnya. Vaskularisasi yang cepat, luteinisasi dan membran basalis
yang menghilang menyebabkan sel yang membentuk korpus luteum sulit dibedakan
asal muasalnya.
Pasca
lonjakan LH, pembuluh kapiler mulai menembus lapisan granulosa menuju ke tengah
ruangan folikel dan mengisinya dengan darah. LH memicu sel granulosa yang telah
mengalami luteinisasi, untuk menghasilkan Vascular Endhothelial Growth
Factor (VEGF) dan angiopoetin. Kemudian VEGF dan angiopoetin memicu
angiogenesis dan pertumbuhan pembuluh darah ini merupakan hal yang penting pada
proses luteinisasi. Pada hari ke 8-9 pasca ovulasi vaskularisasi mencapai
puncaknya bersamaan dengan puncak kadar progesteron dan estradiol.
Pertumbuhan
folikel pada fase folikuler yang baik akan mengahasilkan korpus luteum yang
bak/ normal pula. Jumlah reseptor LH di sel granulosa yang terbentuk cukup
adekuat pada pertengahan siklus/ akhir fase folikuler, akan menghasilkan korpus
luteum yang baik. Korpus luteum mampu menghasilkan baik progesteron, estrogen,
maupun androgen. Kemampuan menghasilkan steroid seks korpus luteum sangat
tergantung pada tonus kadar LH pada fase luteal. Kadar progesteron meningkat
tajam segera pasca ovulasi. Kadar progesteron dan estradiol mencapai puncaknya
sekitar 8 hari pasca lonjakan LH, kemudian menurun perlahan, bila tidak terjadi
pembuahan. Bila terjadi pembuahan, sekresi progesteron tidak menurun karena
adanya stimulus dari Human Charionic Gonadotropin (HCG), yang dihasilkan
oleh trofoblas buah kehamilan.
Pada
siklus haid normal, korpus luteum akan mengalami regresi 9-11 hari pasca
ovulasi, dengan mekanisme yang belum diketahui. Kemungkinan korpus luteum
mengalami regresi akibat dampak luteolisis estrogen yang dihasilkan korpus
luteum sendiri.
2.3. Aspek Endokrin pada proses Folikulogenesis dan Ovulasi
Endometrium
merupakan organ target dari sistem reproduksi. Haid merupakan hasil kerja sama
yang sangat rapi dan baku dari sumbu Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium (H-H-O).
Pada awal siklus sekresi gonadotropin (FSH, LH) meningkat perlahan, dengan
sekresi FSH lebih dominan dibanding LH. Sekresi gonadotropin yang meningkat ini
memicu beberapa perubahan di ovarium. Pada awal siklus didapatkan beberapa
folikel kecil, folikel pada tahap antral yang sedang tumbuh.pada folikel
didapatkan dua macam sel yaitu sel teka dan sel granulosa yang melingkari sel
telur,oosit. Pada awal siklus reseptor LH hanya dijumpai pada sel teka,
sedangkan resepror FSH hanya ada digranulosa. LH memicu sel teka untuk
menghasilkan hormon androgen, selanjutnya hormon androgen memasuki sel
granulosa. FSH dengan bantuan enzim aromatase mengubah androgen menjadi
estrogen di sel granulosa (Prawirohardjo, 2014).
2.3.1.
Peran FSH pada awal fase folikuler
a.
Memicu sekresi inhibin B dan aktivin di
sel granulosa. Inhibin B memacu LH meningkatkan sekresi androgen di sel teka
dan inhibin B memberikan umpan balik negatif terhadap sekresi FSH oleh
hipofisis. Sementara itu, aktivin membantu FSH memicu sekresi estrogen di sel
granulosa.
b.
Androgen diubah menjadi estrogen di sel granulosa
dengan bantuan enzim aromatase
c.
Memicu proliferasi sel granulosa, folikel
membesar
d.
Bersama estrogen memperbanyak reseptor FSH
di sel granulosa
Stimulus
FSH tersebut menyebabkan pertumbuhan beberapa folikel antral menjadi lebih
besar dan sekresi estrogen terus meningkat. Pada hari 5-7 siklus kadar estrogen
dan inhibin B sudah cukup tinggi, secara bersama keduanya menekan sekresi FSH,
tetapi tidak sekresi LH. Sekresi FSH yang menurun tersebut mengakibatkan hanya
satu folikel yang paling siap dengan penampang yang paling besar dan mempunyai
sel granulosa paling banyak, tetap terus tumbuh (folikel dominan). Folikel
lainnya, folikel yang lebih kecil yang kurang siap akan mengalami atresia.
Folikel dominan terus membesar menyebabkan kadar estrogen terus meningkat. Pada
kadar estrogen 200 pg/ml yang terjadi sekitar hari ke-12 dan bertahan lebih
dari 50 jam, akan memacu sekresi LH, sehingga terjad lonjakan sekresi LH. Pada
akhir masa folikuler siklus tersebut sekresi LH lebih dominan dari FSH. Pada
pertengahan siklus reseptor LH mulai didapatkan juga di sel granulosa.
2.3.2.
Peran lonjakan LH pada pertengahan siklus
a.
Menghambat Oocyte Maturation Inhibitor
(OMI) yang dihasilkan oleh sel granulosa, sehingga meiosis II oosit dimulai
dengan dilepaskannya badan kutub I.pada awal siklus meiosis I berhenti pada
tahap profase diploten,karena ditahan oleh OMI, dan meiosis II baru mulai lagi
pada saat lonjakan LH (maturasi oosit)
b.
Memicu sel granulosa untuk menghasilkan
prostaglandin. Prostaglandin intrafolikuler akan menyebabkan kontraksi dinding
folikel membantu dinding folikel untuk pecah agar oosit keluar saat ovulasi
c.
Memicu luteinasi tidak sempurna dari sel
granulosa. Luteinasi sel granulosa tidak sempurna, karena masih ada hambatan
dari oosit.luteinasi sel granulosa tidak sempurna akan menyebabkan sekresi
progesteron sedikit meningkat.
2.3.3.
Peran peningkatan kadar progesteron
a.
Lebih memacu sekresi LH, dan sekresi FSH
sehingga kadar FSH meningkat kembali dan terjadilah lonjakan gonadotropin, LH
dan FSH dengan tetap sekresi LH lebih dominan.
b.
Mengaktifkan enzim proteolitik,plasminogen
menjadi bentuk aktif, plasmin yang membantu menghancurkan dinding folikel agar
oosit dapat keluar dari folikel saat ovulasi.
2.3.4.
Peran peningkatan kadar FSH pada pertengahan
siklus
a.
Membantu mengaktifkan enzim proteolitik,
membantu dinding folikel pecah
b.
Bersama estrogen membentuk reseptor LH di
sel granulosa, sehingga reseptor LH yang tadinya hanya berada di sel teka, pada
pertengahan siklus juga didapatkan di sel granulosa. Pada saat reseptor LH
mulai terbentuk di sel granulosa, inhibin A mulai berperan mengggantikan
inhibin B yang lebih berperan selama fase folikuler, inhibin A berperan pada
fase luteal.
Sekitar
36-48 jam dari awla lonjakan LH, oosit keluar dari folikel yang dikenal sebagai
ovulasi. Pasca ovulasi oosit mempunyai usia yang tidak terlalu lama. Oleh
karena itu pemeriksaan kapan ovulasi akan terjadi, menjadi penting pada
pelaksanaan teknik teknik reproduksi berbantu seperti inseminasi atau fertilisasi
in vitro transfer embrio. Saat ovulasi penting untuk menentukan kapan
inseminasi atau saat petik oosit.
Pasca
ovulasi, luteinasi sel granulosa menjadi sempurna, sekresi progesteron
meningkat tajam, memasuki fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam pasca
ovulasi menghambat sekresi gonadotropin sehingga kadar LH dan FSH menurun,
dengan tetap LH lebih dominan dibanding FSH. Sekresi LH diperlukan untuk
mempertahankan vaskularisasi dan sintesa steroid seks dikorpus luteum selama
fase luteal. Segera pascaovulasi sekresi estrogen menurun, tetapi meningkat
kembali dengan mekanisme yang belum jelas. Pada fase luteal kadar progesteron
dan estrogen (progeseron lebih dominan) meningkat, mencapai puncaknya pada hari
ketujuh pasca ovulasi pada pertengahan fase luteal. Kemudian kadar keduanya
menurun perlahan karena korpus luteum mulai mengalami atresia. Kurang dari 14
hari pasca ovulasi kadar progesteron dan estrogen cukup rendah, mengakibatkan
sekresi gonadotropin meningkat kembali, dengan FSH lebih dominan dibandingkan
LH, memasuki siklus baru berikutnya.
Gambar 4. Regulasi hormon reproduksi
2.4. Karakteristik folikulogenesis dan terjadinya apoptosis dalam
pengembangan ovarium.
Karakteristik
perkembangan ovarium pada janin mamalia dapat dinilai dengan melihat ukuran
ovarium serta menilai jumlah folikel pada berbagai tahap perkembangan janin
untuk memastikan peran potensial dari apoptosis dalam proses ini. Apoptosis terdeteksi pada sel folikel dan sel
stroma ovarium, terutama didaerah medular pada setiap usia janin. Apoptosis
merupakan proses yang bertanggung jawab atas hilangnya 99% dari folikel
primordial pada ovarium, proses ini diperlukan untuk menjaga homeostasis pada
ovarium.
Pada hasil
penelitian yang lain dilaporkan bahwa apoptosis terjadi di sekitar 80% dari sel
germinal ovarium sehingga kematian sel dapat terjadi di semua folikel
kompartemen (dinding folikel, granulosa dan kumulus sel). Apoptosis pada sel
granulosa berhubungan dengan peristiwa atretik di ovarium. Dengan demikian
proses perkembangan folikel dan kelangsungan hidup folikel tergantung dari
sinyal autokrin dan parakrin yang merupakan faktor pertumbuhan yang diproduksi
oleh sel-granulosa, sel teka, sel stroma intertisial dan oosit. Apoptosis pada
janin dapat di identifikasi pada tingkat sel itu sendiri, sedangkan dalam
kehidupan dewasa deteksi apoptosis di lakukan pada sel granulosa dari folikel
antral dan sekunder
2.5. Analisis proteomik dari cairan folikel manusia: perspektif
baru tentang folikulogenesis
Cairan folikel manusia adalah cairan tubuh yang kompleks yang merupakan lingkungan mikro untuk mengembangkan folikel dalam ovarium. Cairan folikel berisi sejumlah protein yang memodulasi pematangan oosit dan ovulasi. Analisis proteomik cairan folikel manusia mengungkapkan kehadiran 480 protein yang terdapat dalam cairan folikel. Beberapa protein yang diidentifikasi telah dikenal untuk memainkan peran dalam metabolisme, proses kekebalan tubuh. Informasi tentang konstituen protein dari cairan folikel dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dari fisiologi ovarium disaping membuka jalan baru untuk menyelidiki gangguan ovarium.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Siklus
ovarium terdiri atas fase folikular dan fase luteal. Fase folikular merupakan
fase ketika ovarium beraktivitas membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya.
Fase luteal ditandai dengan adanya korpus luteum. Fase luteal merupakan fase ketika
ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel matangnya
(folikel de graff) yang sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya
ovulasi dan menghasilkan hormon progesteron yang akan digunakan sebagai
penunjang lapisan endometrium untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jka
terjadikehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya
sel sperma (jika tidak terjadi kehamilan).
Saat
pubertas wanita mulai mengalami siklus bulanan secara teratur. Siklus seksual
ini dikendalikan oleh hipotalamus. Gonadotrophin Releasing Hormon (GnRH)
yang dihasilkan oleh hipotalamus bekerja pada sel-sel hipofisis anterior yang
pada gilirannya menghasilkan gonadotrophin yaitu Folllicle Stimulating Hormon
(FSH) dan Luteinizing Hormon (LH) yang merangsang dan mengontrol perubahan
siklik pada ovarium. Pada awal setiap siklus ovarium, 15-20 folikel stadium
primer (pre-antral) dirangsang untuk tumbuh dibawah pengaruh FSH. Pada keadaan
normal hanya satu folikel yang mencapai kematangan sempurna dan hanya satu
oosit yang dikeluarkan. FSH juga merangsang pematangan sel folikular
(granulosa) yang mengelilingi oosit. Sel granulosa dan sel teka bekerja sama
untuk menghasilkan estrogen yang akan menyebabkan endometrium uterus terus
masuk ke fase folikular (proliferatif), menyebabkan penipisan mukus serviks sehingga
sperma mudaah lewat dan merangsang hipofisis untuk mngeluarkan LH.
Dipertengahaan siklus terjadi lonjakan LH yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi
maturation promoting factor (faktor pendorong pematangan ), menyebabkan
oosit menuntaskan meiosis I dan memulai meiosis II, merangsang pembentukan
progesteron oleh folikuler stroma (luteinisasi) dan menyebabkan folikel pecah
(ovulasi).
3.2.
Saran
Diharapkan melakukan pengembangan
ilmu pengetahuan tentang folikulogenesis dengan melakukan penelitian-penelitian
ilmiah yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk perencanaan kehamilan, dimana
folikulogenesis sangat berperan penting dalam proses kehamilan dan bisa
mencegah terjadinya infertilitas pada wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar